Sengketa
merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia bisnis. Diingini
atau tidak, sengketa sering kali timbul dan harus dihadapi oleh setiap pihak
yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan secara kekeluargaan (di
luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang ada tetap
dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara
kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien.
Arbitrase
merupakan solusi alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh. Putusan
arbitrase serupa dengan proses peradilan karena sifatnya juga menang-kalah (win-lose). Namun, proses
persidangan arbitrase lebih fleksibel dan tidak sekaku proses peradilan yang
ada saat ini yang seluruhnya telah diatur melalui hukum acara yang ada. Untuk
itulah, arbitrase sering juga disebut sebagai “peradilan swasta”. Jadi, apa yang dimaksud dengan arbitrase? Undang-undang
telah memberikan definisi tentang apa yang dimaksud sebagai arbitrase. Arbirase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Dengan demikian, arbitrase mengandung unsur (i)
penyelesaian sengketa (ii) di luar peradilan umum (iii) berdasarkan perjanjian
tertulis. Unsur perjanjian tertulis merupakan ciri khas penyelesaian sengketa
melalui arbitrase. Tanpa adanya perjanjian tertulis antara para pihak yang
bersengketa, penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.
Jika
sengketa diajukan melalui pengadilan, maka proses yang normal ialah sengketa
tersebut akan diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama, dapat
diajukan banding melalui Pengadilan Tinggi dan diajukan kasasi pada tingkat
Mahkamah Agung. Setelah itu, pihak yang bersengketa masih mempunyai upaya hukum
berupa peninjauan kembali melalui Mahkamah Agung. Dengan demikian, ada tiga
tingkat peradilan yang perlu dilalui sampai para pihak memperoleh putusan yang
berkekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan. Dalam prakteknya, waktu yang
terbuang untuk keseluruhan proses tersebut bisa memakan waktu 2 – 5 tahun.
Berbeda dengan proses peradilan yang ada, putusan arbitrase bersifat final dan
mengikat. Dengan demikian, jika sengketa diselesaikan melalui arbitrase, sengketa
yang ada seolah-olah langsung diperiksa dan diputus oleh pengadilan pada
tingkat pertama yang juga berfungsi sebagai tingkat terakhir, yang berakibat
putusan bersifat final dan langsung dapat dilaksanakan. Oleh karena itu,
berbeda dengan proses peradilan, proses arbitrase sangat efisien, cepat, dan
terukur. Selain itu, proses persidangan arbitrase bersifat rahasia. Hal ini
berbeda dengan proses peradilan yang terbuka untuk umum.
Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase saat ini semakin banyak dipilih oleh kalangan
pebisnis. Mereka memilih arbitrase karena penyelesaian sengketa jauh lebih
cepat, langsung final dan mengikat, serta bersifat rahasia. Ketiga faktor
tersebut menjadi alasan utama kalangan pebisnis memilih jalur arbitrase untuk
menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi. Tentunya, secara langsung,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga akan mengurangi beban pengadilan
di Indonesia terhadap menumpuknya perkara yang belum terselesaikan.
PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI DAN BISNIS MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL (Studi Kasus
Pertamina Vs Karaha Bodas)
Timbulnya
Kasus Pertamina dan Karaha Bodas Compan
Kasus cukup menarik dan menyita
perhatian masrakat internasional yaitu kasus antara Pertamina Vs KBC, yang
terlihat jelas gesekan kepentingan nyaris berbeda antara keduanya, terlebih
perusahaan karaha bodas merupakan perusahaan perseroan yang didirikan
berdasarkan aliran-aliran modal baik dari dalam maupun dari luar, dimana tujuan
perusahaan ini lebih mengutamakan profit oriented dan sisi lain perusahaan
nasional atau Pertamina lebih mengutamakan kepentingan nasional, ini bagaikan
api dalam sekam, setiap saat dapat terbakar dan dapat merugikan kedua belah
pihak. Dengan adanya kehadiran investasi ke Indonesia otomatis harus tunduk
pada semua sistem hukum politik negara tuan rumah, artinya perusahaan harus
mematuhi aturan investasi di Indonesia. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi
perusahaan trannasional seperti Karaha Bodas Company yang mempunyai saham yang
lebih besar atau utuh 100%, sehingga pengambilan kebijakan dipengaruhi oleh
pemegang saham terbesar, ini menimbulkan kepentingan negara tuan rumah menjadi
perioritas kedua. Sayangnya sampai saat ini aturan hukum internasional yang
berlaku umum untuk mengatur aktivitas perusahaan transnasional belum dibuat,
hal ini sudah pasti akan berpotensi muncul konflik antara kedua subjek hukum
ini, yaitu antara Pertamina dan Karaha Bodas Company.
Penyelesaian
Sengketa
Dari studi kasus Pertamina vs Karaha
Bodas dipilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase dimaksudkan para pihak
untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan efektif. 2.
Walaupun keputusan badan arbitrase internasional sudah ditetapkan, tetapi
Pertamina telah menolak untuk membayar kewajiban legalnya. Dalam merespon ini
KBC melakukan upaya hukum berupa permohonan untuk melaksanakan Putusan
Arbitrase Jenewa di Pengadilan beberapa negara dimana aset dan barang Pertamina
berada. 3. Seyogianya peraturan perundang-undangan arbitrase Indonesia, dalam
hal ini UU Nomor 30 Tahun 1999, dikaji kembali untuk disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku di dunia internasional, termasuk UNCITRAL
Model Law.